Aku melihat matahari itu,
Sinarnya masih terang,
Bahkan semakin hangat,
Sehingga bisa membakar ke dasar kulit,
Aku menjadi kaget,
Mengapa aku masih di sini,
Masih mengutip kerikil yang kutinggalkan,
Masih menjenguk jendela lama,
Sedangkan kaki terus melangkah,
Dan melangkah,
Sehingga suatu tahap,
Aku tertanya
di mana aku?
Dan kemana aku?
Lantaran ku kutip semula kerikil itu,
Ku gilapkan ia bersama hatiku,
Dan tika ini
Arus lama kembali menganas,
Aku ketakutan
Gementar,
Ku genggam kerikil itu,
Terus ku lemparkan ia
Jauh dan sungguh jauh,
Sehingga aku tidak mampu melihatnya lagi,
Terasa di pipiku,
Air mata ku deras mengalir,
Aku sendiri tidak tahu mengapa,
Dan aku terduduk,
Termanggu.
Tanpa aku sedari mengapa.
No comments:
Post a Comment